Jumat, 26 Maret 2021

Minggu, 05 Juni 2011

Mekanisme Pengaturan Shaf Shalat Berjama’ah

Shalat berjamaah merujuk pada aktivitas shalat yang dilakukan secara bersama-sama. Shalat ini dilakukan oleh minimal dua orang dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmum.

Rasulullah SAW sangat mengutamakan shalat secara berjamaah ini bahkan dalam sebuah hadits, beliau menyebutkan pahala orang yang melakukan shalat secara berjama’ah itu 27 derajat dibandingkan shalat sendirian. Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).

Terkait dengan mekanisme pelaksanaan shalat jama'ah, kami kutip hadits yang berasal dari Ibnu Abbas RA berkata: "Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk salat malam maka aku bangun untuk salat bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku ke sebelah kanan beliau." (HR. Jama'ah, hadits shahih).

Dari Nu’man bin Basyir RA, ia berkata: Saya melihat semua laki-laki yang shalat saling mendekatkan antara pundak dengan pundak lainnya dan mata kaki dengan mata kaki lainnya (HR Bukhari )

Hadits yang terakhir ini menurut para ulama adalah salah satu mekanisme shalat secara berjama’ah, di mana dua orang makmum berdiri di sisi kiri dan kanan dari orang yang berada di tengah (imam).

Postingan kali ini, kami coba menghadirkan mekanisme shalat berjamaah yang dijelaskan oleh para ulama, baik sejak awal bersepakat membuat jama’ah oleh beberapa orang, maupun shalat jamaah yang tercipta dengan adanya seseorang shalat lalu datang orang lain shalat di belakangnya dengan maksud menjadi makmum.

Untuk lebih jelasnya kami coba gambarkan mekanisme tersebut sebagai berikut:
  • Seseorang melakukan shalat sendirian, Contoh:
  • Seorang calon makmum datang dan hendak mengikuti orang pertama tadi serta harus mengambil berdiri di kanannya, sehingga tercipta suatu shalat jama’ah. contoh:
  • Kemudian datang orang lain lagi dan harus mengambil posisi berdiri di sebelah kiri Imam. Contoh:
  • Seterusnya datang orang keempat dan berdirinya harus persis di belakang imam sedangkan dua makmum lainnya harus melangkah ke belakang beberapa langkah sehingga shaf rapat, rapi dan seimbang. Jika kondisi bagian belakang tidak memungkinkan dua orang jama'ah untuk mundur, maka si imam harus maju beberapa langkah. Contoh:
  • Jika datang orang yang kelima, maka posisi berdirinya harus mengambil posisi sebelah kanan shaf. Contoh:
  • Jika datang orang keenam, maka  posisi berdirinya harus mengambil posisi sebelah kiri shaf. Contoh:
  • Begitulah seterusnya jika datang yang lain tetap mendahulukan shaf sebelah kanan , kemudian shaf sebelah kiri, sehingga tercipta keseimbangan antara posisi imam dengan jama’ah.  Ini dalam situasi yang normal dan memungkinkan. Jika keadaan tidak memungkinkan, misalnya psosisi imam tidak berada diposisi tengah tempat ibadah, maka kondisi ini harus disesuaikan dengan keadaan. Di sinilah terletak keluwesan hukum Islam, sangat memaklumi situasi dan kondisi.

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Free Samples By Mail